Minggu, 18 November 2018

Mengapa Kita Wajib Bermanhaj Salaf

Ringkasan
Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa Ilaihi
(Kalau sekiranya perbuatan itu baik tentulah para Sahabat telah mendahului kita mengamalkannya)
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah

Salaf menurut bahasa artinya orang yang mendahului dalam umur, keimanan, dan keutamaan. Adapun menurut istilah syar’iyyah, salaf adalah para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, kemudian orang-orang yang mengikuti manhaj (cara beragama) dan aqidah mereka dalam ilmu, amal dan dakwah dari zaman ke zaman.

Mengapa kita wajib bermanhaj Salaf Ahlus Sunnah wal Jam’ah dalam ilmu, Amal dan Dakwah?
1. Manhaj Salaf, manhaj yang haq.
2. Kesesatan beragama karena kejahilan dan penyimpangan dari manhaj salaf.
3. Telah hilang dari kebanyakan kaum muslimin yaitu manhaj para sahabat dan peningkatan ilmiah.
4. Mereka beragama dengan akal-akal mereka semata yang sempit dan terbatas bukan dengan wahyu.
5. Mereka beragama dengan perasaan.
6. Mereka beragama dengan taqlid buta (taqlidul a’ma)
7. Mereka beragama dengan mengikuti adat, tradisi, budaya, orang banyak, nenek moyang, kaum, suku, toleransi, kebersamaaan dll.
8. Mereka beragama dengan cara ta’ashshub madzhabiyyah (fanatik madzhab, paham atau kelompoknya).
9. Mereka beragama dengan berbagai macam kesyirikan.
10. Mereka beragama dengan berbagai macam bid’ah.
11. Mereka beragama dengan cara memecah belah umat, berfirqah-firqah atau berkelompok-kelompok.
12. Dakwah mereka sangat mengorbankan syariat.
13. Mereka ingin mendakwahkan Syari’at Islam dengan cara yang paling batil.

Arti Sunnah dan Hadits, dan perbedaannya
Sunnah menurut bahasa artinya ath thariqah atau as sirah yang artinya jalan atau perjalanan. Sedangkan menurut istilah:
1. Setiap perkataan, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Nabi ﷺ. Arti ini sama dengan hadits.
2. Jalan Nabi ﷺ dalam mengamalkan dan mendakwahkan Islam yang meliputi aqidah, ibadah, muamalat, akhlak dsb. Dan praktek atau perbuatan yang terjadi pada zaman beliau ﷺ. Demikian juga apa yang telah disepakati oleh para Sahabat dan praktek atau perbuatan yang terjadi pada zaman mereka.
Pengertian kedua ini lawannya bid’ah, suatu keyakinan (i’tiqad) atau perbuatan yang sama sekali tidak ada asal usulnya dari Agama Islam.

Orang yang berdalil dengan Hadits belum tentu mengikuti sunnah disebabkan karena di dalam memahami dan mengamalkan atau menerapkan serta mendakwahkan hadits-hadits tersebut, mereka hanya berpegang dengan tafsiran mereka.

Lafal hadits dan Sunnah
Nama atau lafal “hadits” dan “sunnah” disebutkan di banyak sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Diantaranya,
“Barangsiapa yang hidup diantara kamu sesudahku (sepeninggalku), niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kamu berpegang dengan #sunnahku…” HR Ahmad, ad Darimi, Hakim dll dari ‘Irbadh bin Saariyah.
Jadi, Sunnah itu jalan atau perjalanan.

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada seorang yang mendengar dari kami sebuah #hadits, lalu ia menghafalnya kemudian dia menyampaikannya kepada orang lain.” HR Imam Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Daarimi, Ibnu Hibban dll dari Zaid bin Tsabit.

“Apabila aku menceritakan hadits kepada kamu, maka janganlah sekali-kali kamu memberikan tambahan atas (nama)ku” HR Ahmad dan lainnya.

Sunnah dalam arti sama dengan hadits yaitu perkataan beliau ﷺ, perbuatan, taqrir dan lain-lain yang disandarkan kepada beliau ﷺ.
Taqrir maknanya persetujuan beliau ﷺ atas perkataan atau perbuatan Shahabat. Baik beliau ﷺ mengetahui secara langsung atau mendapat khabar. Karena beliau tidak akan diam apabila mengetahui pelanggaran.

Antara Sunnah dan Manhaj
As Sunnah dalam arti ath thariqah atau as sirah dan memiliki arti yang sama dengan hadits.

Dalilnya mengenai dua arti tersebut
“Dan apa-apa yang Rasul berikan kepadamu, maka ambillah/terimalah. Dan apa-apa yang dia (Rasul) larang/cegah kamu dari (mengerjakan)nya, maka berhentilah/tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)

“Barangsiapa yang taat kepada Rasul, maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah” (An Nisaa’: 8

“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah : 6), bagaimana jalan yang lurus itu? Itulah jalan yang telah Allah jelaskan pada ayat berikutnya, “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka …” Begitu pula dalam surat lain, “Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiqqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An Nisaa’: 69)

Siapakah Salaf Itu?

Secara bahasa, salaf artinya pendahulu  dan secara istilah yang dimaksud dengan salaf itu adalah Rasulullah dan para sahabatnya. Ini bukan klaim tanpa bukti, jika kita cermati ayat di atas, yang dimaksud dengan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah  tidak lain adalah Rasulullah dan para sahabatnya, generasi salaf. Nabi yang paling utama ialah Nabi Muhammad,  imamnya shiddiqin ialah Abu Bakar, imamnya para syuhada’ ialah Hamzah bin ‘Abdil Muthalib, ‘Umar bin Al Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan orang saleh yang paling saleh adalah seluruh sahabat Nabi. Merekalah salaf kita, yang jalan mereka (baca: manhaj) dalam beragama itulah yang seharusnya kita ikuti, baik dalam akidah, muamalah maupun dakwah.

Manhaj Salaf Adalah Jalan Kebenaran

Allah berfirman, “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas petunjuk baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (QS. An Nisaa’: 115)

Ketika ayat ini diturunkan, orang-orang mu’min yang dimaksud adalah para sahabat Nabi. Bahkan Allah telah meridhai mereka dan orang-orang sesudahnya yang mengikuti mereka serta menjanjikan untuk mereka balasan yang besar. “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, Allah telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100). Demikianlah, Salafiyyah adalah Islam itu sendiri yang murni dari pengaruh-pengaruh peradaban lama dan warisan berbagai kelompok sesat. Islam yang sesuai dengan pemahaman salaf telah banyak dipuji oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah.

Manhaj Salaf Adalah Manhaj Ahlus Sunnah

Penamaan salaf bukanlah suatu hal yang bid’ah. Bahkan Rasulullah telah menegaskan saat beliau sakit mendekati wafatnya, di mana beliau bersabda kepada putrinya, Fathimah, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, dan sesungguhnya aku adalah sebaik-baik salaf bagimu” (HR. Muslim). Para ulama ahlus sunnah dulu dan sekarang banyak menggunakan istilah salaf dalam ucapan dan kitab-kitab mereka. Seperti contohnya ketika mereka memerangi kebid’ahan, mereka mengatakan, “Dan setiap kebaikan itu dengan mengikuti kaum salaf, sedangkan semua keburukan berasal dari bid’ahnya kaum kholaf  (belakangan)”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ fatawanya bahwa tidak ada aib bagi yang menampakkan madzhab salaf dan bernasab padanya, bahkan wajib menerimanya secara ijma’, karena madzhab salaf itulah kebenaran.

Kembali Kepada Manhaj Salaf, Solusi Problematika Umat

Sungguh, kehinaan dan ketertindasan umat ini akan tercabut dengan kembalinya umat pada agama Islam yang murni, yaitu dengan meniti manhaj salaf. Di tengah maraknya perpecahan umat ini di mana banyak dijumpai cara beragama yang berbeda-beda dan saling bertentangan, maka hanya ada satu jalan yang benar yaitu jalan yang sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang kemudian disebut dengan kembali kepada pemahaman yang benar, pemahamannya Rasulullah dan tiga generasi awal umat ini, para sahabatnya, para tabi’in, tabi’ tabi’in, serta para pengikut mereka yang setia dari kalangan para imam dan ulama. Tidak ada jalan lain untuk mencari kebenaran dan ishlah (perbaikan) yang hakiki melainkan harus kembali kepada pemahaman salaf. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik, “Tidak akan baik keadaan umat terakhir ini kecuali dengan apa yang menjadi baik dengannya generasi pertama.”

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Abu Yazid Nurdin
Artikel www.muslim.or.id

0 komentar:

Posting Komentar

 

Diunggulkan

Mengapa Kita Wajib Bermanhaj Salaf

Ringkasan Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa Ilaihi (Kalau sekiranya perbuatan itu baik tentulah para Sahabat telah mendahului kita mengamal...

Recent Posts

Subscribe

Dapatkan Update Artikel via Media Sosial atau E-Mail
Mendaftar untuk Update Terkini

Copyright © . Penuntut ilmu syar'i - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger